Langsung ke konten utama

Kita Butuh Hati Yang Bersih

Jihadul Amry/ Direktur Bidang Penelitian dan Pengembangan LAPMI Malang

Malang, LAPMI - Praktik money politics sering terjadi pada masa kampanye dan masa tenang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa fungsi undang-undang pemilu sebagai sarana pengendalian prilaku berpolitik dan/ atau fungsi normatif dalam menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam berpolitik, tampaknya belum berjalan secara efektif. Masalah utama dalam money politics adalah apakah tetentuan yang ada sudah memadai untuk mengawasi dan menangani money politics.

Norma imperatif dalam undang-undang pemilu tidak hanya terbaca dalam Pasal 278 ayat (2), Pasal 280 ayat (1) huruf j, dan Pasal 284, tetapi juga terbaca dalam Pasal 521 dan Pasal 523 ayat (1) dan ayat (2). Dalam Pasal 521 telah ditegaskan sebagai berikut:

Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Lalu, dalam pasal 523 ditegaskan sebagai berikut: 

  1. Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara  langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).  
  2. Setiap pelaksana,peserta dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana imaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

Undang-undang pemilu tidak hanya mengandalkan instrumen hukum pidana yang berbasis pada teori imperatif untuk mengendalikan prilaku berpolitik dalam rangka mewujudkan ketertiban dan keteraturan berpolitik dalam pemilu, tetapi juga mengandalkan instrumen hukum administrasi. Hal ini juga terbaca dalam ketentuan Pasal 285 Undang-Undang Pemilu, sebagai berikut: 

Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untut mengambil tindakan berupa:

  • Pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau 
  • Pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.

Idealnya, semua peserta pemilu sudah harus menahan diri ketika mengetahui adanya larangan praktik money politics pada masa kampanye dan masa tenang (Pasal 278 ayat (2), Pasal 280 ayat (1) huruf j, dan Pasal 284 Undang-Undang Pemilu), dan menahan diri ketika mengetahui adanya ancaman sanksi pidana (penjara dan denda) ketika melanggar larangan praktik money politics pada masa kampanye dan masa tenang (Pasal 521 dan Pasal 523 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pemilu). Ketaatan terhadap aturan diatas sudah harus muncul pada diri pribadi setiap peserta pemilu, sebab jika larangan money politics itu dilanggar, maka akan berakibat pada pembatalan nama peserta pemilu pada Daftar Calon Tetap (DCT) atau pembatalan penetapan calon (Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota) sebagai calon terpilih (Pasal 285 Undang-Undang Pemilu).

Tidak efektifnya penegakkan hukum pemilu khususnya praktek money politics, dipengaruhi oleh realitas dilapangan yang dibanyak praktik tindakan yang demikian tidak kasat mata, bahkan luput dari jangkauan hukum karena Pasal 286 Undang-Undang Pemilu hanya menyasar calon/paslon, pelaksana kampanye dan tim kampanye yang secara resmi terdaftar di KPU. Sementara itu, tim relawan maupun perorangan yang melakukan money politics untuk calon/paslon tertentu, dapat lepas dari jeratan pasal ini, dan hanya mengandalkan Pasal 523 ayat (3) Undang-Undang Pemilu, ketika mereka melakukan praktik transaksional pada hari-H pemungutan suara, seperti “serangan fajar” dan sejenisnya.

Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan revisi undang-undang pemilu agar Bawaslu melepaskan mandat penanganan pelanggaran pidana pemilu dan menyerahkannya kepada pihak kepolisian/kejaksaan, sehingga konsentrasi dapat penuh kepada pelanggaran dan sengketa administrasi pemilu. Jika pengawas dianggap lebih banyak memiliki akses lapangan dalam mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran, maka fungsi Bawaslu dibatasi hanya sebagai pelapor, tetapi tidak terlibat memutuskan penanganan lanjutan di luar fungsi tersebut melalui Sentra Gakkumdu. Para pengawas yang melakukan pelaporan, perlu diberikan perlindungan keamanan dari kemungkinan tindakan balasan para pihak yang merasa dirugikan. 

Dengan banyaknya peserta pemilu yang terjerat kasus money politics, menjadi satu penilaian bahwa partai politik telah gagal melakukan pendidikan politik kepada kader-kader yang diusungnya. Hal ini menjadi bahan pembelajaran bagi partai politik guna memperbaiki kualitas pemilu ke depan.

Immanuel Kant mengajarkan teori imperatif kategoris yang bersandar pada filsafat moral. Bagi Kant, moral adalah bagian dari kekayaan batin manusia yang berlaku universal. Ada perasaan wajib untuk bertindak, sehingga ada kehendak baik yang timbul yang seolah-olah memerintah, tetapi tidak memaksa. Postulat rasio praktis Kant tersimpul pada salah satu pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diajukan, yakni; apa yang sebaiknya saya lakukan. Bagi Kant, moralitas dan juga integritas ditentukan oleh kecakapan akal budi. Dengan menggunakan akal budi, maka individu dapat mengendalikan kehendak bebasnya, lalu menyesuaikan dengan aturan hukum yang telah disepakati. Jadi, paksaan untuk tidak melakukan sesuatu yang terlarang menurut hukum seperti larangan praktik money politics, idealnya harus timbul dari kesadaran moral pribadi (perintah yang bersumber dari diri sendiri). 

Harus diakui, bahwa untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis, beradab, dan berintegritas tanpa noda money politics, tidak cukup hanya bersandar pada kemampuan fungsi hukum beserta kelengkapan norma imperatifnya (ancaman sanksi pidana penjara dan denda, serta sanksi administratif), akan tetapi juga membutuhkan sandaran etika/moral. Meskipun kaidah hukum dilengkapi dengan sarana pemaksa yang dibentuk lewat otoritas negara, namun kaidah hukum tidak mampu bekerja sendiri untuk mengendalikan perilaku dalam konteks kehidupan sosial, termasuk dalam konteks kehidupan politik. 

Untuk mewujudkan pemilu yang bersih dari noda money politics, idealnya harus dimulai dari kesadaran moral pribadi setiap peserta pemilu. Jika peserta pemilu menilai bahwa praktik money politics adalah sesuatu yang terlarang dan tercela, dan ada paksaan dari dalam dirinya untuk tidak melanggar larangan itu, maka harapan untuk mewujudkan pemilu yang bersih dari noda money politics, masih terbuka lebar. Sebab, ketaatan semua peserta pemilu terhadap aturan larangan money politics sudah masuk pada kategori internalization. Jadi, kaidah imperatifnya bersumber dari kesadaran moral pribadi masing-masing peserta pemilu. Selanjutnya, untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan dalam berpolitik, hukum dan etika/moral harus beriringan, bekerja bersama dan saling melengkapi. Jadi, penegakan hukum dalam penyelenggaraan pemilu, tidak hanya bersandar pada rule of law dan rule of justice, tetapi juga bersandar pada rule of ethics.

Penulis: Jihadul Amry
Editor: Reny Tiarantika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadiri Pelantikan Pengurus MD KAHMI Kota Malang, Menko PMK RI: KAHMI Malang Harus Bisa Memberi Arti Peranannya di Malang Raya

Dokumentasi : Rafindi  Malang, LAPMI  - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy menghadiri pelantikan Majelis Daerah (MD) KAHMI Kota Malang Periode 2021-2026, terhitung sebanyak 67 orang yang telah dilantik oleh Majelis Wilayah (MW) Korps Alumni HMI (KAHMI) Jawa Timur. Pelantikan tersebut berlangsung di Regents Park Hotel, pada Minggu (30/01/2022). Selain Menko PMK RI, pelantikan tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Presidium MN KAHMI Manimbang Kahariady, Presidium MW KAHMI Jawa Timur Edy Purwanto, Wali Kota Malang Sutiaji, Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika beserta para tokoh dan tamu undangan lainnya. Dalam momentum pelantikan yang bertemakan "Berperan Aktif dalam Kemaslahatan Publik di Era Disrupsi" tersebut, Muhadjir Effendy berkesempatan untuk memberikan pidato kebudayaan. Saat pidato berlangsung Muhadjir berpesan Kepada jajaran Pengurus MD KAHMI Kota Malang yang baru saja dilantik, bahwa KAHMI merup

Menampik Stigma Negatif, HMI Korkom UM Gandeng LPP HMI se-Cabang Malang Pada Kegiatan Open Recruitment

Dokumentasi: lapmimalang/Tahta Reza Gramang Atapukan Malang, LAPMI  – Senin (22/08/2022) Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang Koordinator Komisariat Universitas Negeri Malang (Korkom UM) serta seluruh komisariat yang ada di Universitas Negeri Malang mengadakan kegiatan open recruitment dan juga pengenalan tentang Himpunan Mahasiswa Islam kepada mahasiswa baru. Kegiatan ini merupakan yang perdana setelah 2 tahun lamanya tidak berjalan dikarenakan kondisi pandemi yang merebak.  Dalam pelaksanaan kegiatan ini, penyelenggara menggandeng Lembaga Pengembangan Profesi (LPP)  HMI se-Cabang Malang yang merupakan wadah bagi kader-kader HMI yang ingin mengembangkan diri serta bakat yang dimiliki. LPP yang diajak untuk ikut memperkenalkan HMI yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) dan Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI). Tujuan dari keikutsertaan dari kedua LPP tersebut adalah ingin menampik stigma negatif mahasiswa baru terhadap organisasi ekstra kampus khususnya terh

HMI Komisariat Unitri Sukses Gelar Basic Training

Dokumentasi: HMI Komisariat Unitri Malang, LAPMI - Himpunan Mahasiswa Islam, Cabang Malang, Komisariat Unitri, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Sukses gelar Basic Training (Latihan Kader 1) dengan tema "Terbinanya Kepribadian Muslim yang Berkualitas Akademis, Sadar Akan Fungsi dan Perannya dalam Berorganisasi Serta Hak dan Kewajibannya Sebagai Kader Umat dan Kader Bangsa". Kegiatan tersebut dilaksanakan di Graha Yakusa, Desa Banjarejo, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. pada tanggal 05 sampai 07 November. Minggu, (07/11/2021)  Agus Salim sebagai PJ ketua pelaksana menyampaikan, sebanyak 30 kader Komisariat Unitri yang telah mengikuti LK dan ada 5 peserta dari komisariat lain yang juga menitipkan kadernya, jadi total peserta forum ada 35 kader yang mengikuti Basic Training pada tahun ini. "Alhamdulillah ada 30 Kader asli komisariat Unitri yang telah mengikuti LK pada tahun ini, dan ada juga beberapa kader titipan dari komisariat lain, yaitu Komisariat Mulla Shadra d