Rajis Wardi/ Kader LAPMI Cabang Malang
Malang, LAPMI - Bahasa adalah hal yang sangat penting, karena bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berinteraksi, bersosialisasi dan berkomunikasi sehari-hari. Perlu kiranya memahami tentang konsep kebahasaan, agar dapat berkomunikasi dengan baik. Anjuran berbahasa dengan baik dijelaskan dalam Al-Quran Surat Ibrahim ayat [24]: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.
Di sisi lain, memahami dan menerapkan kesantunan dalam berbahasa juga sangat penting, supaya tidak menyakiti, menyinggung, dan mengganggu perasaan orang lain saat berkomunikasi. Kesantunan berbahasa mengandung banyak tingkatan. Oleh sebab itu, ketika seseorang berkomunikasi dengan temannya, tidak mungkin sama ketika seorang tersebut berkomunikasi dengan guru atau dosen. Biasanya semakin panjang kalimat dalam berbahasa, maka bentuk bahasa tersebut semakin santun. Kalimat panjang tersebut didalamnya bisa mengandung hal yang basa-basi, misalnya ketika menghubungi dosen melalui pesan WhatsApp dengan kalimat “Selamat siang, mohon maaf sebelumnya pak, nama saya ..... dari kelas ..... izin konsultasi mengenai tugas”. Terlihat dari kalimat tersebut sudah mengandung unsur kesantunan, maka jika diubah menjadi kalimat yang kurang santun ialah berbunyi “Pak, saya mau konsultasi”.
Teori kesantunan berbahasa sudah banyak dikemukakan oleh beberapa ilmuwan bahasa, salah satunya adalah Robin Tolmach Lakoff. Robin Tolmach Lakoff merupakan profesor linguistik di Universitas California, adapun bidang keahliannya adalah sosiolinguistik, serta bahasa dan gender. Menurut Robin Tolmach Lakoff, dalam berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur, tak terjadi pemahaman kehendak, serta adanya pilihan (give option), sehingga pesan atau ide yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik dan timbul kesantunan serta adanya rasa nyaman dan ramah. Robin Tolmach Lakoff juga menentukan tiga skala yang harus terpenuhi agar tuturan lebih santun.
Pertama: Skala formalitas, yaitu tidak boleh memaksa dan tidak boleh angkuh, seperti kalimat:
“Bawa kesini bajunya, biar dijahit” (santun)
“Cepat, bawa kesini” (kurang santun)
Kedua: Skala ketidaktegasan, yaitu menyusun pilihan, seperti kalimat:
“Kalau tidak keberatan dan tidak sibuk, minta tolong sapu ruangan ini”.
Ketiga: Skala persekawanan, yaitu penutur hendaknya bertindak seolah-olah lawan tuturnya itu sama, atau buatlah mitra tutur merasa senang, seperti kalimat:
“Tulisanmu bagus sekali”.
Dari pernyataan di atas maka dapat diartikan bahwa titik kesantunan berbahasa adalah ketika disampaikan dengan ramah dan lemah lembut, serta tidak menyinggung, menyakiti, dan mengganggu perasaan orang lain.
Penulis: Rajis Wardi
Editor: Reny Tiarantika
Komentar
Posting Komentar